Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 05 Januari 2013

Bukan Pahlawan Biasa




(SH/Retno Manuhoro)
Pahlawan bukanlah mereka yang berteriak moral.

Ada seorang pejuang bagi anak yang terbuang. Namanya Rahma Faradila (35). Suatu hari, ia menemukan bocah laki-laki lumpuh sekitar umur 11 tahun. Bocah itu ditemukan di sebuah rumah kosong dengan tubuh penuh luka bekas sundutan rokok. Saat itu ia meringkuk lunglai, kelaparan, kulitnya menghitam dan bau karena bekas dihajar benda tumpul.

Nasib anak ini berubah setelah Rahma membawanya pulang dan menamainya Slamet. Lain lagi kisah Temu (14), gadis penyandang tunawicara, tunarungu, dan autis sejak lahir. Ia ditemukan Polres Semarang Barat saat razia jalanan. Setelah diasuh Rahma, gadis ini sering melarikan diri dari panti, tapi selalu ditemukan kembali. Karena itu Rahma menamainya Temu, dengan harapan selalu kembali bertemu.
Indonesia patut bangga memiliki seorang Rahma. Tetapi, Indonesia masih memiliki "Rahma Rahma" lain yang jauh dari ingar-bingar publikasi. Contohnya, Abah Adok Legowo yang menjadi motor penggerak sistem tanam padi jajar legowo di Jawa Barat; ada juga Abdul Manan, guru SMP Negeri di Bone-bone, Kota Baubau, Sultra, yang menciptakan lapangan pekerjaan bagi nelayan-nelayan miskin di sekitarnya.

Merekalah sejatinya pahlawan yang menjaga martabat Indonesia di masa sekarang. Yang disebut pejuang bukan hanya yang gugur akibat keukeh menolak menyerahkan senjata kepada tentara sekutu 1,5 bulan setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan beberapa hari setelah kematian Jenderal Mallaby di Surabaya pada 10 November 1945. Orang-orang yang sepi ing pamrih rame ing gawe, bekerja tanpa pamrih seperti Rahma, Adok, Manan, juga adalah pahlwan.

Rahma Faradila berkiprah di panti asuhan cacat ganda Al Rifdah di kawasan Taman Telogomulyo, Pedurungan, Semarang Timur. Saat ini, ia melayani 18 anak berkebutuhan khusus. “Nama Al Rifdah berarti memberi pertolongan dan di sini saya ingin berbagi sukacita dengan anak-anak yang terbuang,” kata guru SMK itu.

Al Rifdah dibangun Rahma enam tahun lalu dengan bermodalkan niat iklas untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang terbuang. Sebagian besar penghuni panti diperoleh dari operasi penertiban jalanan oleh aparat dan sebagian lainnya ditemukan di berbagai tempat dalam kondisi yang mengenaskan.

Seperti Salma, bayi buta berusia 8 bulan penderita hydrocephalus yang kini ada di ruang perawatan balita. Tadinya bocah ini ditemukan di semak-semak dalam sebuah boks bekas air minum mineral saat usianya masih tiga hari. “Bayi ini saya namakan Salma agar sehat dan selamat selalu, walau hingga kini ia masih sering kejang. Ia buta, tapi masih dapat mendengar sehingga mengenal suara saya,” tutur Rahma sambil membelai kepala bayi yang agak mengecil karena baru saja dioperasi.

Karena hampir semua datang tanpa identitas, Rahma memberi nama tiap anak dengan muatan makna dan doa. Untuk membiayai 18 anak berkebutuhan khusus itu, tentu tak mungkin kalau Rahma hanya mengandalkan gajinya sebagai guru SMK. Ia harus berutang karena setiap bulan nyaris tidak ada pemasukan tetap selain hasil iuran para sukarelawan dan bantuan dari Dinas Sosial.

“Di luar kebutuhan makanan, pengeluaran terbesar adalah untuk biaya pengobatan. Saya tidak pernah membiarkan anak mengerang kesakitan terlalu lama karena sebelum di tempat ini mereka sudah pernah mengalaminya sendirian. Ada uang atau tidak, saya pasti membawa mereka ke rumah sakit,” kata Rahma.

Perjuangan Rahma untuk mempertahankan panti asuhan itu sangat berat karena lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Sebelum menempati lokasi permanen yang kini berada di tengah kebun pisang, ia pernah dua kali diusir oleh warga karena menampung anak-anak berkebutuhan khusus.

”Dua kali saya diusir dari rumah saya sendiri dengan alasan anak-anak itu mengganggu pemandangan, kumuh, dan menular,” tutur Rahma. Ironisnya, pada waktu itu pamong masyarakat yang seharusnya bertugas mendampingi warganya malah ikut mengusirnya serta memaksa agar ia menandatangani perjanjian bermaterai untuk segera memindahkan anak asuhnya dan supaya tidak kembali ke lingkungan itu lagi.
Akhirnya Rahma mengalah dan mencari lokasi baru sambil berusaha menjual rumahnya di lokasi lama. Beruntung, ia mendapatkan lokasi baru tepat pada saat rumah lamanya terjual. Tekadnya untuk merawat anak-anak itu bahkan sempat tidak mendapat perhatian dari Dinas Sosial, meski Rahma telah mendaftarkan izin pendiriannya secara resmi.

”Sekarang panti ini malah menjadi rujukan Dinas Sosial. Setiap kali hasil razia jalanan menemukan anak berkebutuhan khusus, mereka langsung menelepon saya apakah mau menampung atau tidak,” kata ibu dari Atiya Dila Kalista (3) ini. Saat ini Rahma dibantu lima pengasuh yang digaji bulanan dengan kewajiban mengantar dan menjemput 11 anak ke Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang.

Janganlah Kelaparan
Abah Adok Legowo juga pantas disebut pahlawan masa kini. Usia 82 tahun tak memadamkan semangatnya untuk mengembangkan budi daya padi. Lelaki kelahiran 18 Juli 1930 ini juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Karawang untuk mengembangkan berbagai tanaman hortikultura seperti terong, pare, hingga ikan lele jumbo sangkuriang.

Pantaslah kalau Adok menjadi panutan para petani di Desa Kalisari, Kecamatan Talagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Di rumahnya yang sangat sederhana, selalu berkumpul anggota kelompok tani Karya Tani III yang diketuainya. Di rumah itu pula banyak tamu dari luar negeri yang belajar praktik ilmu pertanian.

Nama lahirnya hanyalah Adok, tapi kemudian ada tambahan Legowo karena disematkan oleh Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan setelah berhasil memotori sistem tanam padi jajar legowo di Jawa Barat. Sistem tanam padi jajar legowo sudah disosialisasikan oleh Kementerian Pertanian. Bahkan, Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan baru-baru ini mencanangkan provinsinya sebagai Bumi Legowo.

Sistem tanam legowo terbukti mampu meningkatkan hasil produksi padi dari rata-rata 5 ton gabah per hektare menjadi 8 ton per hektare. Sistem tanam jajar legowo merupakan teknik untuk meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam sehingga memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.

Sistem ini juga guna memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Tanaman padi yang berada di pinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah lebih baik karena mendapat sinar matahari lebih banyak. Ironisnya, Adok yang memiliki tiga anak ini justru belum memiliki sawah sendiri. Hasil panennya dibagi dua dengan pemilik lahan sawah yang digarapnya.

Keahlian Adok menerapkan sistem jajar legowo diperolehnya sekitar tahun 1996 ketika pemerintah pusat memercayakan Kabupaten Karawang dijadikan lokasi uji coba. Sistem ini lebih hemat bibit dan pupuk, serta kontrol terhadap hama lebih mudah karena ada ruang kosong yang bisa dimanfaatkan petani.

Karena keahlian itulah, seorang tamu dari Taiwan menawarinya ikut ke negaranya. Namun hal itu ia tolak karena Adok mencintai Indonesia yang pernah dilanda kelaparan beberapa dasawarsa silam. Saat itu Indonesia mengalami paceklik hebat karena tidak ada panen sehingga pemerintah terpaksa mencari bantuan pangan berupa bulgur yang sebenarnya bukan untuk konsumsi manusia.

“Abah tidak ingin rakyat Indonesia mengalami kelaparan lagi seperti dulu. Karena itu meskipun sudah tua, Abah akan tetap membantu pemerintah agar tanaman padi terus berkembang sehingga padi kita melimpah,” ucap Adok dengan tegar.

Nelayan Miskin 
Abdul Manan (46), warga Kelurahan Bone-bone, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), juga bukanlah orang yang bergelimang harta. Ia hanya guru SMP Negeri dengan gaji sekitar Rp 2 juta per bulan. Namun ia mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi nelayan-nelayan miskin di sekitarnya.

Caranya, ia menyediakan satu unit kapal lengkap dengan peralatan menangkap ikan cakalang. Tentu baginya membeli kapal berikut peralatannya senilai Rp 65 juta bukanlah perkara mudah. Hanya karena prihatin akan kehidupan nelayan, Manan nekat menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dirinya sebagai PNS di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Baubau untuk memperoleh kredit.

BRI menyetujui permohonan kredit Rp 50 juta yang kemudian dibelikan sebuah kapal berkapasitas 9 gross ton seharga Rp 65 juta. Ternyata hanya dalam waktu dua tahun kredit itu telah dikembalikan, kemudian membeli satu kapal lagi. Sebelum ada kapal itu di akhir 2006, hasil nelayan paling banter Rp 1,5 juta sekali melaut. Tapi kini bisa Rp 4 juta, bahkan terkadang Rp 5 juta.

Menurut Imran (43), nelayan yang mengelola kapal pertama milik Manan itu kepada SH di Baubau, Kamis (8/11) sore, anak-anak nelayan pun sekarang bisa kuliah sambil menjadi nelayan tangkap ikan. Ini karena kapal sekarang menjadi tiga unit.

“Satu kapal mempekerjakan 30 orang sehingga kapal Pak Manan menghidupi 90 keluarga atau sekitar 300 jiwa keluarga nelayan,” ungkap Imran. “Bagi kami, Pak Manan adalah pahlawan. Dia telah mengangkat kami dari kemiskinan,” tuturnya.

Bagaimana komentar para pengamat? Budayawan Benny Susetyo menyayangkan munculnya para pahlawan kesiangan akhir-akhir ini yang berteriak moral, tapi di saat yang sama menginjak nilai kemanusiaan. Pola “pahlawan” palsu, padahal pahlawan bukan sekadar mitos “bambu runcing”, melainkan mereka yang terus-menerus menemukan kreativitas dalam memberikan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat.

Budayawan Ayu Sutarto mengatakan, terlalu banyak tokoh yang muncul dengan niat politik. “Peristiwa politik telah membuat segala kejadian menjadi baur. Banyak tokoh yang tak kokoh dan tak bisa jadi panutan,” ujarnya.
Serpihan yang diistilahkan oleh Ayu sebagai socio-political phenomena itu harus dihalau dengan gerakan bangsa yang mengembalikan makna kepahlawanan agar maknanya tak hanya menjadi simbol, tapi juga representasi semangat rakyat Indonesia Raya, dari Sabang sampai Merauke.

Baginya, Indonesia tak harus selalu menyalahkan kekuatan luar negeri seperti fenomena globalisasi, pasar bebas, atau imperialisme asing, tapi juga melongok masalah internal dan domestik. (Widjil Purnomo/Agus Sana'a/Sihar Ramses Simatupang)



Ditulis Oleh : Unknown // 03.18
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toko Buku Online Terlengkap
g-website

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service